Mengapa Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan negara-negara macan baru perekonomian Asia seperti Korea Selatan, Taiwan, bahkan oleh negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia? Padahal Indonesia memiliki keunggulan komparatif berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berlimpah. Salah satu penyebabnya adalah karena keunggulan komparatif ini tidak disertai dengan keunggulan kompetitif.
PPI Belanda memandang ada beberapa pokok persoalan yang menjadi penyebab rendahnya daya saing Indonesia dalam penguasaan teknologi serta riset dan inovasi. Pertama, rendahnya perhatian pemerintah juga Industri terhadap bidang riset dan pengembangan. Sebagai gambaran, rasio APBN di tahun 2011 untuk riset hanya 0,08 persen, itu pun 60 persennya dialokasikan untuk anggaran rutin lembaga yang bersangkutan (LIPI). Begitu pula dengan porsi riset kita yang hanya 0,03 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto). Bandingkan dengan China yang porsi risetnya terhadap PDB ialah satu persen dan Korea Selatan yang mencapai tiga persen.
Selain itu, masih minimnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan pusat-pusat keunggulan (lembaga riset dan perguruan tinggi). Penguasaan teknologi dan daya inovasi suatu bangsa tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Harus ada kemauan yang kuat dan sinergi dari tiga pelaku utama inovasi yaitu lembaga riset sebagai sumber pengetahuan dan kreasi, industri sebagai pihak yang menjadikan hasil riset sebagai produk yang memiliki nilai tambah dan membawa keuntungan ekonomi, serta pemerintah yang menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaku utama inovasi (lembaga riset dan industri) berupa dukungan politik, kepastian hukum, kemudahan birokrasi, dan insentif ekonomi.
Dan yang tidak kalah penting ialahbelum terciptanya budaya yang mendukung inovasi dan penguasaan teknologi oleh bangsa sendiri. Konsumen masih banyak yang belum percaya terhadap produk dalam negeri. Sebagian pengusaha yang masih berorientasi pada keuntungan sesaat (rent seeking) daripada menjadi industrialis yang bervisi jangka panjang. Masih rendahnya minat para pelajar untuk melanjutkan studi hingga doktor untuk menjadi peneliti. Sebagian masyarakat yang gagap menyikapi kemajuan teknologi, misalkan kemajuan telekomunikasi dan IT yang malah mendorong hidup foya-foya dan berorientasi kesenangan belaka daripada memanfaatkannya untuk hal-hal yang produktif.
Oleh karena itu, PPI Belanda memiliki pandangan sebagai berikut:
Pertama, PPI Belanda meminta pemerintah agar menambah alokasi riset di APBN dan mendorong tumbuhnya proporsi riset di PDB. Selain alokasi langsung dari APBN terhadap lembaga riset, pemerintah juga bisa melakukannya lewat kebijakan industri. Misalnya melalui kebijakan agar perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia juga melakukan kegiatan risetnya di Indonesia atau melalui kebijakan alih teknologi yang lebih efektif dan terukur. Kami juga mengajak semua stakeholder untuk mengawal rencana pemerintah dalam bidang riset dan teknologi melalui Agenda Riset Nasional 2010-2014 agar berjalan efektif.
Kedua, PPI Belanda berharap agar tercipta kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah-lembaga riset/ perguruan tinggi-industri. Upaya ini bisa dilakukan antara lain dengan menciptakan kluster-kluster industri berbasis riset seperti model Science and Technology Park di negara-negara yang sudah melakukannya. Selain itu pemerintah juga bisa melakukannya dengan melakukan revitalisasi industri-industri strategis yang sudah dirintis di era Habibie. Pemerintah juga semestinya bisa memanfaatkan teknologi dalam negeri untuk menjalankan roda birokrasinya dengan lebih efektif dan efisien, di sisi lain menjadi pasar dan jaminan hidup bagi perusahaan-perusahaan berbasis teknologi yang baru tumbuh. Serta lembaga riset akan mendapatkan dukungan finansial yang signifikan jika produknya diserap oleh pasar.
Ketiga, menyeru kepada seluruh masyarakat khususnya pemuda dan pelajar agar membudayakan nilai-nilai dan kebiasaan yang mendukung keunggulan daya saing dan inovasi. Seperti kebanggaan terhadap produk bangsa sendiri, kemauan untuk kerja keras serta menunda kesenangan, keterbukaan terhadap ide dan kemajuan, serta kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Khususnya bagi mahasiswa dan ilmuwan Indonesia yang tersebar di seluruh dunia, agar mempersiapkan diri dengan segala ilmu dan pengalamannya untuk kembali membangun Indonesia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikian siaran pers ini ditulis sebagai hasil dari diskusi panel PPI Belanda di Enschede tanggal 8 Desember 2012 dengan tema “Evaluasi Kebijakan Teknologi di Indonesia: Melihat Peluang dan Tantangan”
Den Haag, 12 Desember 2012
Sekjend PPI Belanda