Den Haag – Untuk pertama kalinya di Eropa, film Habie&Ainun di screening secara terbuka untuk masyarakat luas. Bertempat di Aula KBRI Den Haag, sekitar 300 masyarakat Indonesia hadir untuk menonton bersama dan berdialog dengan Prof BJ Habibie.
Kegiatan dimulai pukul 18.00 waktu setempat dengan pemutaran film Habibie&Ainun. Tampak penonton menunjukkan beragam eskspresi; haru, sedih, gemas, dan antusias. Memang film ini sangat mengaduk-aduk perasaan karena menampilkan dinamika yang sangat hidup. Antara kisah cinta, perjuangan menggapai mimpi, konflik politik, hingga romantisme kehidupan. Film Habibie&Ainun telah menjadi inspirasi bagi anak muda khususnya untuk belajar setinggi-tingginya, dan juga menghargai apa itu perjuangan mempertahankan cinta.
Ibu Retno L.P. Marsudi membuka acara dengan penuh antusiasme, beliau tak banyak bercakap karena meyakini peserta sudah tak sabar mendengar inspirasi dari Prof. BJ Habibie. Lalu, diskusi dimulai dengan dipandu oleh Moderator Mas Achmad Adhitya, kandidat PhD dari Leiden Universiteit yang juga merupakan Direktur Eksekutif Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).
Prof BJ Habibie memulai kisahnya dengan menceritakan bahwa ia baru mengetahui Ibu Ainun mengidap Kanker hanya 2 bulan sebelum kepergiannya. Pak Habibie mengatakan ini adalah satu bukti besarnya cinta Ibu Ainun kepada dirinya, Ibu Ainun tidak ingin membuat suaminya khawatir. Sebagai seorang dokter, pastilah Ibu Ainun sudah mengetahui sejak lama tentang penyakitnya.
Pak Habibie menceritakan beberapa malam setelah pemakaman, dalam keadaan sepenuhnya sadar, beliau berlari ke makam Ibu Ainun, tersimpuh di makam kekasih hatinya. Bahkan dokter sempat menduga Pak Habibie terkena semacam gangguan psikologi, dan dokter memberikan tiga saran untuk beliau; (1) terapi di Rumah Sakit Jiwa, (2) terapi ‘curhat’ dengan tim khusus yang disiapkan, dan (3) menulis buku untuk menumpahkan perasannya.
Pak Habibie pun memilih pilihan terakhir, dan jadilah buku Habibie&Ainun yang telah menggudah banyak orang.
Pak Habibie kemudian menceritakan pengalaman pertama kali bertemu dengan Ibu Ainun, beliau menyebutnya jatuh cinta pada pandangan pertama dan mengekspresikan tiga hal yang terjadi pada dirinya ketika bertemu Ibu Ainun, yaitu terpesona, terpukau, dan terpaku. Beliau pun memberanikan diri untuk melamar Ibu Ainun diatas becak dan menjadi awal perjalanan cinta mereka.
Di pertemuan hari ini beliau juga berbagi tentang ‘rumus’ beliau menjalani hidup yang penuh makna sedemikian. Beliau berpesan kira-kira seperti ini:
Setelah sesi diskusi, diadakan sesi foto bersama. Peserta sangat antusias untuk berfoto, berjabat tangan, dan meminta tanda tangan Pak Habibie. Beliau pun juga tampak senang dengan antusiasme masyarakat Indonesia di Belanda.
Kami selalu bangga padamu, Eyang Habibie. (rya/rya)
*catatan paparan Eyang Habibie diambil dari kuliah twitter @rihandaulah dengan hastag #pesanhabibie