Indonesia saat ini tercatat sebagai anggota G-20, kekuatan ekonomi nomor 16 dunia. Dan di tahun 2030 Indonesia diprediksi menjadi kekuatan ekonomi ke-tujuh dunia. Mengalahkan Inggris dan Jerman dalam total GDP. Salah satu pendukung pertumbuhan ini adalah tumbuhnya kelas menengah yang mengonsumsi lebih banyak, serta “bonus demografi” di mana demografi penduduk usia produktif menjadi dominan dalam piramida penduduk (McKinsey Global Institute, 2012).
Namun demikian, prediksi ini jangan membuat kita berbesar hati terlebih dahulu. Sebab pertumbuhan ekonomi 5-7 persen yang diasumsikan, akan terjadi dengan kondisi “business as usual” di mana Indonesia tidak melakukan gebrakan atau loncatan signifikan dalam mengelola ekonominya. Dan jika ini terjadi maka saat “bonus demografi” berakhir, Indonesia masih berada di bawah negara-negara berkembang dalam hal pendapatn per kapita-nya. Seharusnya jika Indonesia benar-benar bisa memanfaatkan momentum ini apalagi dengan keberlimpahan sumber daya kita, pertumbuhan ekonomi kita bisa lebih besar dari itu (Basri, 2012).
Kata kunci dalam membangun kekuatan ekonomi adalah: “nilai tambah” di mana nilai tambah ini tercipta dari dua keunggulan: keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Indonesia dengan segala potensi yang melimpah selama ini gagal mengejar ketertinggalan dari negara-negara industri maju lainnya.Keunggulan komparatif yang kita miliki menjadi tidak berarti karena keunggulan kompetitif yang lemah. Salah satu kelemahan kita adalah dalam aspek penguasaan iptek. Kelemahan iptek ini menyebabkan daya saing industri menjadi rendah. Akibatnya nilai tambah yang tercipta menjadi minim dan pertumbuhan ekonomi pun menjadi biasa saja.
Dari latar belakang dan kerangka berpikir (frame work) di atas, diskusi panel PPI Belanda ini bermaksud untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan antara lain, namun tidak terbatas pada:
– Mengapa Indonesia tertinggal dalam industri dan kemajuan teknologi khususnya dibanding Negara macan Asia baru seperti Korea Selatan, Taiwan, dan India?
– Apa masalah yang menjadi rendahnya inovasi dan daya saing Indonesia?
– Apa yang bisa menjadi kunci-kunci kemajuan inovasi dan daya saing Indonesia?
– Bagaimana mestinya kebijakan pengembangan dan penerapan teknologi di Indonesia? Di mana gap-nya berada, apakah di konsep atau kebijakannya atau kah di implementasinya? Dan bagaimana kita bisa memperbaiki hal ini?
PPI Belanda dan PPI Enschede Mempersembahkan,
Lingkar Inspirasi 3
#Diskusi Panel “Evaluasi Kebijakan Teknologi di Indonesia: Melihat Tantangan dan Peluang”
Pembicara:
1. Brian Yuliarto Ph.D (Dosen dan kandidat profesor dari ITB, alumni Tokyo Daigaku bidang nanoteknologi)
2. Andri D. Setiawan M.Sc. (Dosen UI dan Mahasiswa Ph.D bidang Engineering and Policy Analysis, TU Delft)
3. Bayu Rahayudi M.Sc. (Dosen Univ Brawijaya dan Mahasiswa Ph.D bidang Human Media Interaction, Univ Twente)