“Energi Terbarukan, Solusi Ketimpangan Energi?”
Hari Minggu, 30 November 2014, PPI Belanda kembali mengadakan diskusi keilmuan. Diskusi kali ini
mengangkat tema energi, khususnya perkembangan energi terbarukan di Indonesia dan perannya
dalam mengatasi defisit energi (listrik) di berbagai daerah. Sebagai narasumber, hadir Dr. Muhamad
Reza, salah satu aktor penting dalam gugus keilmuan energi Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional
(I-4). Selain itu, hadir juga Robert de Groot dari Hivos, salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM)
dari Belanda yang merupakan salah satu inisiator dalam proyek Sumba Iconic Island. Diskusi dipandu
oleh Yudistira Pratama, mahasiswa doktoral di Department of Energy Resources, Utrecht University.
Diskusi ini dilangsungkan secara online dan dapat ditonton secara live melalui channel Youtube PPI
Belanda. Diskusi ini rupanya cukup diminati oleh para pelajar, dengan jumlah view sempat mencapai
25.
Diskusi berlangsung dengan menarik dan penonton sangat antusias bertanya. Namun karena
keterbatasan waktu, akhirnya ada sekitar 7 orang yang menyampaikan pertanyaan. Beberapa
pertanyaan sangat menarik. Salah satunya mengenai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM), yang tentu saja merupakan isu panas saat ini, terhadap perkembangan energi terbarukan.
Menurut kedua narasumber, kenaikan harga BBM ini dapat menjadi pemicu terhadap penerapan
energi terbarukan, namun untuk dampak lebih detailnya, harus dilakukan analisis lebih lanjut karena
kenaikan harga BBM mungkin juga berpengaruh pada biaya komponen produksi energi terbarukan.
Menurut Pak Reza, energi terbarukan itu sebenarnya bukan merupakan barang baru, bahkan buku-
buku tentang energi terbarukan sudah marak ketika beliau masih kuliah. Namun yang menarik
adalah mengapa sampai saat ini masih dianaktirikan. Kemudian beliau mengungkapkan beberapa
tantangan dalam menerapkan energi terbarukan di Indonesia. Masalah yang utama adalah ekonomi.
Penggunaan energi terbarukan sampai saat ini secara umum membutuhkan biaya yang lebih besar
daripada energi fosil, sehingga tanpa insentif dari pemerintah, sulit untuk membuat energi
terbarukan bisa bersaing. Kemudian, untuk energi terbarukan skala kecil, tantangan saat ini adalah
bagaimana menciptakan teknologi penyimpan energi yang tepat sehingga energi yang dihasilkan
oleh misalnya tenaga angin, air, ombak, surya, dapat disimpan dan digunakan ketika dibutuhkan.
Untuk energi terbarukan skala besar, tantangannya adalah bagaimana mengkombinasikan beberapa
sumber energi terbarukan untuk menyediakan energi listrik secara kontinyu.
Selain itu, dari segi riset, diperlukan komunikasi yang lebih intensif antara universitas dengan para
praktisi supaya hasil penelitian lebih terarah. Universitas memiliki sumber daya yang sangat cukup
baik manusia, uang, dan waktu, untuk melakukan riset yang seringkali tidak dimiliki oleh perusahaan.
Namun para praktisi memiliki wawasan yang lebih jelas mengenai apa permasalahan yang dihadapi
di lapangan dan solusi (teknologi) apa yang dibutuhkan. Selain itu, perlu peran pemerintah untuk
meningkatkan pembiayaan riset. Yang perlu diperhatikan, harus diseimbangkan antara riset yang
bersifat teoretis atau ilmu dasar yang hasil atau dampaknya mungkin baru dirasakan setelah 50
tahun, dengan riset aplikatif yang hasilnya dapat dirasakan dalam 2-3 tahun mendatang. Pemerintah
Indonesia juga diharapkan dapat menengok ke pemerintah Belanda yang memandang riset dan
dunia akademis sebagai komponen pendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga tidak segan untuk
menginvestasikan uang di sana. Pemerintah Belanda juga sangat gesit dalam mengkonversi hasil
riset menjadi aplikasi nyata. Selain itu, juga penting bagi orang-orang yang memiliki semangat
pengembangan energi terbarukan ini untuk terjun ke politik, karena peta percaturan politik sangat
berpengaruh. Contohnya di Belanda, energi terbarukan mendapat perhatian dari pemerintah karena
salah satu tokoh dari partai yang menguasai parlemen merupakan mantan aktivis Greenpeace.
Dalam diskusi, dibahas juga mengenai Hivos dan proyek BIRU (Biogas Rumah) serta Sumba Iconic
Island (SII). Hivos adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat asal Belanda yang ternyata
memiliki hubungan sangat harmonis dengan pemerintah Indonesia. Bahkan Hivos memiliki kantor di
kementerian ESDM. Beberapa hal yang menarik, dalam proyek SII ini, Hivos mencoba menggeser
pendekatan top-down (di mana Hivos membuat rancangan dan para stakeholder menyesuaikan)
menjadi lebih memfasilitasi apa yang diinginkan dan dimiliki oleh para stakeholder untuk diterapkan.
Misalnya ada pihak yang menawarkan turbin angin, maka akan dicari lokasi mana yang tepat untuk
aplikasinya. Yang menarik juga, beliau menyampaikan bahwa kerja sama dengan pemerintah sangat
lancar, dan pemerintah memiliki ambisi yang kuat untuk mengembangkan energi terbarukan di
Indonesia. Selain itu, ternyata salah satu solusi untuk masalah ketidakekonomisan energi terbarukan
ini terjawab ketika energi terbarukan dikembangkan untuk menyediakan energi di daerah terpencil.
Di daerah-daerah terpencil, biaya untuk membangun infrastruktur dan transportasi energi fosil
seringkali lebih besar daripada biaya investasi energi terbarukan. Hal ini lah yang membuat proyek
SII menjadi lebih menarik secara ekonomi. Perlu diperhatikan juga mana kah yang lebih
menguntungkan antara pembangunan pembangkit listrik secara terpusat atau tersebar di daerah-
daerah (on grid) atau bahkan titik-titik penggunaan (off-grid).
Beberapa hal dapat disimpulkan dari diskusi ini, seperti disampaikan oleh Yudistira, adalah bahwa
Indonesia memiliki banyak potensi akan sumber energi terbarukan seperti sinar matahari, angin, air,
ombak, biomassa. Juga ada niat dari pemerintah untuk mengembangkan penggunaan energi
terbarukan di Indonesia. Yang diperlukan adalah visi bersama akan pentingnya energi terbarukan.
Juga kolaborasi antar pihak (pemerintah, swasta, masyarakat) diperlukan supaya pengembangan
energi terbarukan ini dapat lebih cepat. Diperlukan fokus dan rencana yang jelas dalam melakukan
riset mengenai teknologi-teknologi apa saja yang tepat guna, disertai dengan langkah-langkah
implementasinya. Kemudian perlu juga disadari oleh semua pihak bahwa investasi dalam energi
terbarukan ini adalah investasi jangka panjang, hasilnya mungkin tidak akan segera terlihat, namun
memberikan keuntungan dalam jangka panjang. Terakhir, diperlukan kampanye secara masif dan
kontinyu mengenai pentingnya pengembangan energi terbarukan ini sehingga masyarakat makin
tersadarkan dan dengan demikian dapat mendorong kemajuan energi terbarukan di Indonesia.