Bertempat di Jawaharlul Nehru University, 53 orang delegasi dari 23 PPI-PPI sedunia berkumpul selama lima hari pada tanggal 18-22 Desember 2012. Simposium Internasional PPI Dunia adalah acara rutin tahunan yang diselenggarakan oleh PPI Dunia/ OISAA (Overseas Indonesian Students Associations Alliance) yang beragendakan seminar-seminar, sidang komisi, laporan pertanggungjawaban presidium PPI Dunia periode sebelumnya serta pemilihan presidium baru PPI Dunia. Adapun tema Simposium Internasional tahun ini ialah “Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Bangsa”. PPI Belanda diwakili oleh M.Kukuh Dewantara (Wakil Sekjend) dan Rihan Handaulah (Ketua Divisi Kajian Strategis dan Keilmuan).
Simposium kali ini mengambil tema “Peran Pemuda dalam Pembentukan Bangsa” yang dibagi dalam empat ranah pembahasan; teknologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Untuk setiap bidangvdiadakan satu atau dua sesi seminar dan dibentuk satu komisi yang beranggotakan perwakilan PPI-PPI negara. Komisi-komisi ini melakukan pembahasan lebih lanjut dan keluarannya berupa rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dan program-program strategis PPI Dunia di ranah tersebut. Hal yang istimewa dari SI PPI Dunia kali ini ialah kesempatan untuk bertemu langsung dengan Presiden SBY dan beberapa menteri anggota KIB II dalam sesi sarapan bersama yang bertempat di KBRI New Delhi. Selain acara ramah-tamah, presiden SBY juga menyampaikan pidato singkatnya serta yang paling penting ialah kesempatan langsung bagi PPI Dunia untuk menyampaikan aspirasi dan masukan-masukan bagi pemerintah yang berasal dari hasil kajian tiap komisi SI PPI Dunia 2012.
PPI Belanda yang di awal diamanahi sebagai ketua Komisi Teknologi telah mempersiapkan draft pra symposium yang dimatangkan dalam sesi seminar bersama Dr. Warsito dan tentu saja dielaborasi lebih lanjut dalam sidang komisi. Komisi teknologi menghasilkan lima resolusi kebijakan sebagai masukan bagi pemerintah. Pertama,kebijakan alokasi APBN yang pro pengembangan teknologi. Agar pemerintah menaikan alokasi APBN untuk kegiatan riset, mengalokasikan belanja negara untuk produk-produk dalam negeri, serta mendorong pertumbuhan proporsi kegiatan riset dalam PDB. Kedua, kebijakan alih teknologi dan agenda riset. Pemerintah diharapkan bisa menerapkan kebijakan yang lebih efektif untuk transfer teknologi bagi investor asing yang masuk serta Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014 diimplementasikan dengan baik. Ketiga, memperkuat kolaborasi antara lembaga riset, industri, dan pemerintah. Strategi yang bisa dilakukan ialah kebijakan yang menciptakan iklim yang kondusif dan menstimulus tumbuhnya perusahaan-perusahaan start-up berbasis teknologi (teknopreneur) yang biasanya muncul dari kalangan peneliti. Sehingga penelitian tak sebatas menjadi tumpukan paper di jurnal melainkan bisa menjadi inovasi yang memberi manfaat ekonomi dan sosial yang nyata. Selain itu pemerintah juga bisa melakukan pendekatan melalui kluster-kluster industri berbasis potensi SDA, SDM, dan teknologi. Keempat, merevitalisasi industri-industri strategis yang sudah dirintis maupun membangun industri srategis baru antara lain dalam bidang; aeronautika, ICT, energi terbaharukan, pangan/ agro, dll. Kelima,bahwa persoalan teknologi tak terlepas dari aspek budaya. Oleh karena itu kita harus bergerak bersama agar masyarakat memiliki semangat dan kebanggaan dalam kemandirian teknologi.
Tak hanya mengeluarkan resolusi kebijakan sebagai masukan bagi pemerintah, komisi teknologi meluncurkan program Repositori PPI Dunia, yaitu bank data bagi semua publikasi ilmiah (jurnal, tesis, disertasi, dsb) pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri. Hal ini diharapkan menjadi langkah konkret yang menjadi langkah awal bagi terciptanya inovasi-inovasi lanjutan. Selain itu PPI Dunia juga menandatangani MoU dengan MITI yang bergerak dalam bidang pengembangan dan implementasi teknologi tepat guna di tanah air. Dengan ditandatanganinya MoU ini maka PPI Dunia menjadi mitra strategis MITI dalam program-programnya.
Komisi Politik menghasilkan rekomendasi kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri. Rekomendasi kebijakan politik dalam negeri terdapat tiga butir. Pertama, meminta kepada lembaga negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif ) untuk menuntaskan agenda reformasi dengan menciptakan pemerintah yang bersih dan transparan. Kedua, meminta ketegasan pemerintah untuk mewujudkan pemerintah yang bersih melalui upaya menciptakan aparat hukum yang bebas korupsi serta melanjutkan upaya reformasi birokrasi. Ketiga, meminta ketegasan pemerintah untuk memberhentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) khususnya tenaga kerja wanita (TKW) ke negara-negara di Timur Tengah. Hal ini disebabkan banyaknya kasus penindasan terhadap TKI serta lemahnya advokasi hukum oleh pemerintah terhadap TKI, khususnya advokasi hukum terhadap TKW.
Adapun rekomendasi kebijakan politik luar negeri terdiri dari dua butir. Pertama, optimalisasi peran dan fungsi pemerintah di luar negeri dalam politik bebas aktif. Agar pemerintah menjadi garda terdepan dalam isu-isu kemanusiaan dan isu-isu keadilan global seperti isu kemerdekaan rakyat Palestina , tragedi kemanusiaan Rohingya, dan Suriah. Selain itu agar pemerintah untuk bersikap netral dalam politik luar negeri tanpa intervensi politik asing contohnya konflik laut cina selatan . Kedua, meminta pemerintah untuk bersikap tegas dalam menjaga harkat, martabat dan kedaulatan bangsa di mata dunia internasional, seperti dalam kasus penghinaan Malaysia atas bangsa Indonesia dan kasus sengketa wilayah perbatasan.
Berbicara di sesi yang berbeda, Dr. Revrisond Baswir mencengangkan peserta simposium dengan data-data dan argument yang mempertanyakan kembali apakah Indonesia benar-benar sudah merdeka dan berdaulat secara ekonomi. Betapa tidak, di semua sektor di Indonesia perusahaan asing lah yang mendominasi perkonomian Indonesia. Hal ini didasari oleh watak imperialism itu sendiri yang “fitrah”-nya tidak rela melepaskan negeri jajahan. Bang Soni (panggilan akrab beliau) memaparkan sepuluh fakta sejarah dari sejak proklamasi kemerdekaan hingga hari ini bagaimana neo-imperialis berusaha menancapkan kuku-kukunya di Indonesia dengan berbagai cara antara lain:
1) 1947 – 1948 Agresi Militer I dan II.
2) 1949 KMB, pengakuan kedaulatan dengan tiga syarat:
Oleh karena itu kemerdekaan yang sesungguhnya hanya bisa kita rasakan jika kita kembali kepada sistem ekonomi yang diajarkan oleh founding father kita yaitu demokrasi ekonomi sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 pasal 33. Sistem ekonomi yang memiliki tiga ciri khas. Pertama aktivitas ekonomi kolekteif (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Kedua, penguasaan SDA dan industry strategis oleh Negara dan digunakan untuk kepentingan rakyat. Ketiga, adanya sistem jaminan sosial bagi segenap rakyatnya. Untuk saat ini justru negara-negara skandinavia lah yang memiliki kemiripan dengan sistem yang diinginkan oleh founding father kita dan Indonesia justru lebih liberal dari negara-negara bersistem ekonomi liberal.
Adapun sidang komisi ekonomi menghasilkan lima rumusan rekomendasi kebijakan sebagai berikut. Pertama,penguatan UMKM sebagai basis kegiatan ekonomi yang menggerakan roda kesejahteraan masyarakat. Kedua,pemberdayaan petani dengan dukungan finansial yang nyata dari pemerintah sehingga petani terhindar dari tengkulak dan rentenir, reformasi pasar (rantai perdagangan) dan harga yang selama ini merugikan petani dna menguntungkan tengkulak, serta peningkatan kualitas lahan dan cocok tanam. Ketiga, peningkatan kualitas dan profesionalisme koperasi. Keempat, renegosiasi kontrak-kontrak SDA yang merugikan Negara dan mempriorotaskan penguasaan SDA oleh bangsa sendiri. Kelima, pembebasan utang luar negeri dengan reformasi sistem perpajakan dan Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagai solusi pendanaan.
Tak hanya memberi rekomendasi di tataran kebijakan, komisi ekonomi pun merumuskan peran langsung yang bisa diambil mahasiswa dalam beberapa tersebut. Komisi Ekonomi mengusulkan agar pemberdayaan petani, pendampingan UMKM, serta peningkatan kualitas koperasi bisa melibatkan mahasiswa sesuai kompetensi bidangnya dengan menjadikan aktivitas tersebut sebagai bagian dari kurikulum seperti halnya magang atau kerja praktek yang sudah berjalan selama ini. Diharapkan dengan keterlibatan langsung mahasiswa tingkat akhir (yang kompeten tentunya) secara signifikan bisa membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi petani, koperasi, dan UMKM dan bagi mahasiswa sendiri menjadi suatu pengalaman berharga yang membentuk cara pandangnya mengenai demokrasi ekonomi.
Adapun masukan bagi pemerintah yang disampaikan oleh komisi sosial budaya ialah dukungan pada pemerintah untuk merealisasikan program Rumah Budaya Indonesia serta himbauan agar pemerintah segera menempatkan Atase pendidikan dan kebudayaan (Atikbud) di beberapa negara yang KBRI nya tidak memiliki Atikbud. Mengingat banyaknya kesulitan yang dialami pelajar Indonesia di negara-negara yang tidak memiliki Atikbud. Selain itu Komisi Sosial Budaya meluncurkan program-program sebagai berikut: TKI Learning and Help Center di negara-negara dengan jumlah TKI yang banyak, Beasiswa PPI Dunia, Komunitas Menulis Semut Merah yang bertujuan untuk menyebarkan insprasi dan budaya positif melalui tulisan, dan PPI Dunia on Screen yaitu saluran YouTube mengenai kegiatan-kegiatan budaya yang dilakukan PPI-PPI di seluruh dunia.
Anggota Dewan Presidium Wil. Eropa-amerika (voting tertutup, 1 suara per negara)
PPI Perancis : 3 suara
PPI Jerman : 2 suara
PPI UK : 1 suara
Anggota Dewan Presidium Wil. afrika-asia timur (voting tertutup, 1 suara per kontingen)
PPI Pakistan : 5 suara
PPI Sudan : 4 suara
PPI Yordan : 2 + 1 suara (ada 2 kandidat)
PPI Mesir : 1 suara
PPI Syria : 1 suara
Koordinator Dewan Presidium (voting tertutup)
PPI Malaysia : 17 suara
PPI Thiongkok : 2 suara
PPI Turki : 2 suara
PPI India : 1 suara
PPI Prancis : 1 suara
Tuan rumah SI PPI Dunia 2013 (voting terbuka)
PPI Thiongkok : 7 suara (Thiongkok, Korea, Inggris, Jerman, India, Turki, Yaman)
PERMITHA : 9 suara (Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Australia, Rusia, Sudan, Pakistan, Lebanon)
PPI Jepang : 6 suara (Jepang, Belanda, Yordan, Syria, Tunisia, Mesir)
PPI Perancis : 1 suara (Perancis)
Generasi 1920 pelajar Indonesia di luar negeri berhimpun, berpikir, dan bekerja hingga berkulminasi menjadi mimpi Indonesia merdeka, kemudian mimpi itu terwujud 25 tahun kemudian. Maka torehan sejarah ini akan selalu menjadi keinginan terluhur pelajar Indonesia yang hari ini berkelana ke sleuruh penjuru dunia untuk menuntut ilmu. Bagaimana pun pelajar Indonesia di luar negeri adalah orang-orang yang sedikit dan beruntung (the lucky fews) yang mendapat kesempatan lebih luas untuk belajar dan melihat dunia. Kesempatan ini mestinya menjadi bahan bakar yang lebih untuk berkontribusi bagi Indonesia tercinta. Cita-cita besar selalu dimulai dari pemikiran-pemikiran besar, lalu bergelombang jadi kolektivisme amal nyata dari orang-orang yang bekerja. And the rest is history.. (RH)